Soal Jalan PB, Perusahaan Tambang BB Diminta Bertanggungjawab

Soal Jalan PB, Perusahaan Tambang BB Diminta Bertanggungjawab

Tatawi: Pemda Harus Bentuk Tim Terpadu
BENGKULU RU - Perusahaan pertambangan batu bara (BB) harus ikut bertanggungjawab terhadap kondisi kerusakan jalan yang melalui desa Pondok Bakil dan Gunung Payung Kabupaten Bengkulu Utara, dimana belum lama ini memicu aksi spontanitas warga kedua desa berupa pemblokadean jalan. Demikian ditegaskan anggota DPRD Provinsi Bengkulu, Tantawi Dali, S.Sos, MM, Rabu (1/9). \"Aksi spontanitas yang dilakukan warga merupakan hal atau langkah yang wajar. Apalagi keberadaan sejumlah perusahaan tambang yang melalui jalan kedua desa tersebut, sama sekali tidak peduli dengan keadaan warga. Sementara warga harus merasakan langsung dampak dari aktifitas pengangkutan batu bara milik perusahaan tambang,\" ungkap Tantawi. Menurutnya, selama 10 tahun dirinya mejabat sebagai anggota legislatif di kabupaten Bengkulu Utara, dan 7 tahun di tingkat provinsi, tidak ada satupun perusahaan tambang yang membuat jalan sendiri untuk pengangkutan batu bara. \"Padahal dalam Amdal perusahaan wajib membuat jalan sendiri. Tapi faktanya sama sekali tidak ada,\" sesal Tantawi. Begitu juga, lanjut Tantawi, dengan CSR (Corporate Social Responsibility) perusahaan, terkesan jalan ditempat karena tidak jelas peruntukkannya kemana. \"Padahal perusahaan tambang miliki kewajiban untuk menyejahterakan warga desa penyangga. Sayangnya malah tidak diperhatikan sama sekali,\" beber anggota DPRD Provinsi Dapil Kabupaten Bengkulu Utara dan Bengkulu Tengah ini. Bagaimana warga bisa dikatakan sejahtera jika ruas jalan yang menjadi akses utama mereka dalam kondisi hancur dan berdebu. Seandainya perusahaan memperhatikan kesejahteraan warga, kemungkinan besar aksi spontanitas seperti itu tidak terjadi. \"Ini kesannya dengan keberadaan perusahaan, lebih banyak dampak buruk ketimbang yang baiknya bagi warga,\" ujar Tantawi. Disamping itu, sambung Tantawi, pemerintah daerah (Pemda) juga harus peka dengan kondisi ini. Apalagi keberadaan perusahaan tambang itu tidak ada PAD-nya bagi daerah. \"Palingan royalti yang dihitung dari kubikasi hasil tambang yang dijual. Belum tentu royalti itu dihitung sesuai dengan fakta sebenarnya yang diperoleh perusahaan,\" katanya. Ia menambahkan, dengan fakta-fakta ini pihaknya menyarankan agar Pemda dapat membuat tim terpadu untuk mengecek kondisi warga yang berada di sekitar areal pertambangan. Seperti di desa Gunung Payung, dulu sebelum ada PT. Injatama, desa tersebut menjadi salah satu lumbung pangan di Provinsi Bengkulu ini. Tapi sekarang tidak lagi, karena sawah tertimbun material sisa aktifitas pertambangan batu bara. \"Berapa banyak fasilitas yang dibangun dengan anggaran bersumber dari pemerintah di sana hancur tanpa sisa. Kalau seperti inikan, lumbung pangan sudah hilang, jalan sudah pasti rusak. Ketika kondisi ini terjadi, pasti pemerintah yang selalu disudutkan karena dinilai tidak memperhatikan warga. Padahal yang merusak jalan itu angkutan batu bara perusahaan,\" singkat Tantawi. (tux/prw)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: