Perkara Dugaan Penjualan Lahan Pemkot Menuai Kritik

Perkara Dugaan Penjualan Lahan Pemkot Menuai Kritik

BENGKULU RU - Dugaan penjualan aset berupa tanah seluas 8,5 Hektar (Ha) milik Pemerintah Kota (Pemkot) Bengkulu kepada PT Tiga Putra, yang kasusnya telah disidangkan di Pengadilan Negeri Bengkulu menuai banyak kritik. Pasalnya dalam dugaan penjualan aset itu memiliki banyak kejanggalan mulai dari proses pengadaan hingga kepemilikan sertifikat atas tanah. Pakar Hukum Bengkulu, DR. Elektison Somi, SH, MH mengatakan, mekanisme pengadaan barang atau jasa seperti tanah oleh Pemda, diatur dalam Peraturan Presiden. Dimana pada tahap awal sebelum pengadaan, terlebih dahulu dilakukan sistem perencanaan. Setelah direncanakan, barulah disampaikan ke DPRD yang kemudian disahkan dan dianggarkan dalam APBD. \"Ketika sudah teranggarkan, barulah masuk tahap pengadaan. Siapa yang melakukan, yaitu OPD yang melakukan pengusulan. Setiap pengadaan barang dan jasa itu wajib diikuti dengan tindakan pelaporan dan penatausahaan. Sehingga untuk melihat apakah sudah dilakukan pengadaan barang dan jasa, harus dilihat ada tidak laporan terhadap aktivitas pengadaannya,\" ungkap Elektison. Kemudian, lanjutnya, jika pengadaan barang dan jasa itu menghasilkan aset milik daerah, maka wajib dilaporkan, sehingga muncullah aktivitas penatausahaan. \"Kalau dikaitan dengan tanah milik pemkot Bengkulu yang dijual itu, apakah setelah dilakukan pengadaan, dilaporkan. Jika belum, maka tidak masuk dalam proses penatausahaan atau pembukuan sebagai aset daerah,\" ujarnya. Lebih jauh dikatakannya, sehingga menjadi tanda tanya besar, jangan-jangan aset itu bukan barang milik daerah atau bisa jadi tim pengadaan melakukan kesalahan dengan tidak melaporkan. Sebelum ada penatausahaan, maka barang itu tidak dapat dianggap sebagai aset daerah. Jika tidak ada bukti kepemilikan dalam bentuk sertifikat, maka aparat penegak hukum (APH) juga tidak berhak menerapkan pasal 2 atau 3 UU Tipikor. \"Sebagaimana yang didakwa kepada Direktur PT. Tiga Putra, karena untuk membuktikan bahwa Pemkot memiliki aset itu haruslah mempunyai alas hak yang terkuat dan terpenuhi. APH bisa menerapkan pasal 2 atau 3 UU Tipikor, jika syarat terhadap kerugian negara terpenuhi. Jika tidak terbukti merugikan negara maka tidak dapat diterapkan,\" katanya. Ia menambahkan, kasus penjualan aset milik Pemkot, merupakan tindak pidana korupsi maka apa yang mendasarinya. Terlebih penetapan tindak pidana korupsi bisa dilakukan jika ada kerugian negara. \"Kalau dikaitkan dengan alas hak terkuat dan terpenuh, maka PT Tiga Putra tidak bisa disalahkan atas masalah ini,\" tutup Elektison. (tux)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: