Lebong Tandai, Sejarah Kemajuan Bengkulu Utara Sebelum Indonesia Merdeka
DESA Lebong Tandai, merupakan nama desa yang sangat kita kenal. Desa yang terletak di Kecamatan Napal Putih, Kabupaten Bengkulu Utara, Provinsi Bengkulu itu, juga disebut sebagai Batavia Kecil oleh Bangsa Belanda saat menjadi penguasa lembah perbukitan sebelah utara Kota Bengkulu ini.
Meski begitu, tak cukup banyak masyarakat yang bisa melihat secara langsung, bukti kemajuan Desa Lebong Tandai pada masa kolonial. Letaknya yang cukup terpencil dan akses transportasi yang belum begitu memadai, menjadi alasan utama desa ini sangat jarang dijamah oleh masyarakat luas. Bagimana sejarah Lebong Tandai dan apa saja kemajuan yang terjadi di masa Kolonial Belanda? simak laporan berikut;
Suhendra Feri Atmoko - Arga Makmur
Nama Lebong Tandai merupakan sebuah nama desa yang berasal dari kata 'Lobang yang Ditandai'. Dari keterangan warga setempat, para pendahulu warga Lebong Tandai menyambungkan kata Lobang yang ditandai dengan istilah Lebong Tandai.
Nama lebong Tandai ini juga dikenal sebagai Batavia Kecil, sejak Indonesia merdeka. Istilah Batavia Kecil ini muncul, karena Lebong Tandai dikenal sebagai daerah yang maju pada masa kolonial Belanda ketika melakukan penambangan emas di desa ini, sekitar tahun 1901.
Melimpahnya logam mulia atau emas pada masa itu, membuat Belanda menjadikan tempat ini bukan hanya sebatas lokasi pertambangan semata, sejumlah sarana dan prasarana di Lebong Tandai pun dibangun dilengkapi pada masa itu. Baik sarana transportasi, berupa rel molek atau Motor Lori Ekspres yang merupakan alat transportasi yang menghubungkan antara Lebong Tandai menuju Desa Air Tenang atau Kecamatan Napal Putih.
Landasan helikopter (helipad), bendungan sungai lusang setinggi kurang lebih 30 meter yang digunakan sebagai pembangkit listrik, rumah sakit terbesar se-Sumatera Bagian Selatan, diskotik, rumah bordil, sarana olahraga berupa lapangan tenis, basket dan biliard, mini market dan sejumlah bangunan-bangunan mewah lainnya yang menjadikan kawasan ini kawasan paling gemerlap di Indonesia pada masa itu.
Sejumlah situs peninggalan Belanda itu-pun hingga saat ini, bisa kita jumpai di sana, baik itu sarana transportasinya yang hingga saat ini masih digunakan masyarakat Desa Lebong Tandai, Bendungan dan juga sarana olahraga, lubang-lubang penambangan emas dan bangunan pabrik pengolahan emas.
Sementara itu, untuk beberapa bangunan lainnya saat ini hanya meninggalkan puing-puingnya saja. Sebab, setelah bangsa Belanda memutuskan meninggalkan tempat ini. Konon, tepatnya di sekitar tahun 1942-an atau menjelang kemerdekaan Indoensia. PRI atau masyarakat setempat sering menyebutnya sebagai Tentara Hitam, memasuki kawasan ini dan melakukan penjarahan dan perusakan bangunan-bangunan milik Belanda itu.
Haji Sulaiman, salah seorang tokoh masyarakat berusia 70 tahun menerangkan, berdasarkan cerita sejarah dari pendahulunya, di kawasan tempat tinggalnya itu merupakan wilayah yang memiliki rumah sakit terbesar se-Sumbagsel dan menjadi rujukan bagi pasien yang menderita penyakit parah.
"Mereka datang kesini ada yang menggunakan helikopter dan ada juga yang menggunakan jalur darat, yang ditempuh melalui jalur air Ketahun dan dilanjutkan lagi menggunakan Molek ketika sampai di pelabuhan Sungai Desa Air Tenang. Para dokter dan perawatnya merupakan orang yang didatangkan dari luar negeri semua," tuturnya.
Kini, seiring berjalanannya waktu, masyarakat yang sebelumnya menjadi budak atau pekerja rodi bangsa belanda kembali masuk dan mengusai tempat ini serta melanjutkan penambangan emas secara tradisional.
Tepat di tahun 1980, Lebong Tandai akhirnya di kelola oleh PT. Lusang Mining, sebuah perusahaan yang melanjutkan pergerakan penambangan emas. Masyarakat yang sebelumnya menduduki kawasan ini, akhirnya dipindahkan dengan dalih keselamatan kesehatan.
PT. Lusang Mining ini beroperasi selama kurang lebih 15 tahun, atau tepatnya di tahun 1995 meninggalkan tempat itu dan akhirnya dikuasai lagi oleh masyarakat hingga saat ini.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: