Petani Karet Alami “Penindasan” Ekonomi

Petani Karet Alami “Penindasan” Ekonomi

AIR BESI RU - Petani karet di Kabupaten Bengkulu Utara kembali mengeluhkan harga jual karet petani yang terus mengalami penurunan. Sukardi, salah seorang petani sekaligus pengepul karet di Kecamatan Air Besi mengatakan, dalam kurun waktu 5 tahun terakhir ini, petani karet terus mengalami \"penindasan\" ekonomi, lantaran harga jual karet terus menerus mengalami penurunan. \"Sudah lima tahun ini karet tidak pernah bisa diangka Rp 9 ribu. Saya tahu karena catatan harga sejak 5 tahun lalu masih ada,\" jelasnya. Menurutnya, dengan angka harga jual yang seperti ini, penghasilan petani karet khususnya menengah ke bawah tidak sanggup lagi memenuhi kebutuhan rumah tangga. \"Setidaknya harga jual karet dengan ekonomi saat ini harus di angka Rp 9 ribu. Agar antara pendapatan dan pengeluaran petani seimbang,\" pintanya. Keprihatinan terhadap para para petani karet juga kini kembali terjadi lagi. Pasalnya, dalam satu minggu terakhir ini sudah terjadi penurunan harga jual di pabrik karet yang berdampak pada harga jual para petani karet. \"Di hari Selasa (29/1) kemarin harga karet turun Rp 500 rupiah dan Kamis (31/1) malam pihak pabrik juga menginformasikan lagi harga karet turun lagi Rp 750. Dan sekarang harga jual karet petani sudah turun lagi menjadi Rp 5.000,\" bebernya. Menyikapi hal ini, mantan Kades Talang Lembak itu meminta Pemkab Bengkulu Utara segera mengambil sikap untuk merealisasikan janji pembangunan pabrik pengolahan karet di Bengkulu Utara ini. \"Setidaknya dengan adanya pabrik ini bisa memotong biaya mobilisasi atau ongkos para petani untuk menjual karet sendiri,\" jelasnya. Selain itu, menurutnya sumber daya bahan baku karet di Kabupaten Bengkulu Utara ini juga dinilai cukup besar. Bahkan sebanyak 2 pabrik karet di Bengkulu, 80 persen merupakan bahan bakunya dari Kabupaten Bengkulu Utara. \"Jumlah toke karet di Bengkulu Utara ini ada sekitar 300 orang. Jika 1 toke kita asumsikan terendah 1 ton per minggu artinya sudah ada bahan baku di daerah ini 300 ton per minggu. Saya rasa ini bisa menjadi pertimbangan pemerintah untuk membangun pabrik sendiri saja,\" pungkasnya.(sfa)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: