Dewan Bantah Isu “Mahar” LKPD
ARGA MAKMUR RU - Dua kali penolakan dewan atas Raperda Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD) 2017, memancing isu miring akan \"mahar\" dalam pengesahan atas realisasi APBD 2017 yang sudah mendapatkan opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Perwakilan Provinsi Bengkulu itu. Ketua DPRD Bengkulu Utara (BU), Aliantor Harahap, SE, ketika dikonfirmasi Radar Utara perihal tak kunjung disahkannya LKPD 2017 oleh dewan. Ali menilai, kondisi itu terjadi karena beberapa rekomendasi terkait penyelenggaraan pemerintahan daerah, seperti pada saat pengesahan Perda Laporan Keterangan Pertanggungjawaban (LKPJ) 2017 serta rekomendasi lainnya, masih belum terjawab atau dijawab oleh eksekutif. Tak hanya itu, ketidakhadiran pejabat daerah teknis, menjadi salah satu hal yang menjadi cermatan mayoritas fraksi, hingga menilai produk hukum daerah itu masih perlu dilakukan penjadwalan pembahasan ulang. \"Jadi gak ada itu, minta-minta uang untuk pengesahan LKPD,\" bantah Aliantor dengan nada tegasnya, kepada wartawan kemarin. Politisi Golkar ini menjelaskan, sesuai regulasi yang ada, penyelenggaraan pemerintahan daerah itu dilaksanakan bersama antara eksekutif dan legislatif. Karena itulah, lanjut dia, DPRD saat tengah melaksanakan fungsinya yang dibenarkan pula oleh undang-undang. Lebih penting dari itu, LKPD sendiri, kata Ali, merupakan representasi atas penyelenggaraan APBD yang tentunya harus merepresentasikan tangga-tangga kerja, seperti hasil musyawarah pembangunan desa, kecamatan hingga kabupaten yang tentunya, selaras dengan kebutuhan masyarakat. \"Kita berharap, pembahasan selanjutnya eksekutif bisa memberikan penjelasan dan pemaparan yang merepresentasikan tupoksinya masing-masing,\" harapnya. Disinggung tentang efek buruk yang bakal mengganggu tahapan legislasi daerah, baik itu APBD-P 2018 dan APBD 2019 yang terancam gagal dibahas atau hanya dibahas kilat? Politisi Golkar itu menegaskan, LKPD sendiri dianalogikan sebagai tangga-tangga kerja penyelenggaraan pemerintahan daerah. Hanya saja, lanjut Ali, dalam tatanan pemerintahan daerah, tentunya eksekutif memiliki hak prerogatif pula dalam merancang anggaran pembangunan. Dan tentunya opsi itu sangat merugikan daerah, karena APBD yang akan dijalankan akan mengacu pada instrumen dasar dalam ABPD tahun sebelumnya. \"Dan semestinya, saat ini rancangan Kebijakan Umum Anggaran dan Prioritas Plafon Anggaran Sementara (KUA-PPAS) 2019 sudah bisa dibahas yang diawali dengan pendahuluan KUA-PPAS antara TAPD dan Banggar DPRD. Hanya saja, tahapan ini baru bisa dilakukan, jika LKPD sudah disahkan,\" tukasnya. (bep)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: