RADARUTARA.ID- Nasihat dari orang tua dan guru selalu memberi manfaat. Terlebih nasihat, itu sesuai dengan apa yang sedang kita rasakan saat ini.
Sepintas, perkataan orang sepuh kadang kurang dimengerti. Lain dari nasihat kebanyakan orang. Tapi, di balik omongannya itu banyak pesan dan hikmah yang ternyata sangat berarti buat kehidupan.
Seperti Almaghfurlah KH Maimoen Zubair atau Mbah Moen, beliau adalah orang tua sekaligus guru yang semasa hidupnya selalu memberikan nasihat kepada banyak orang. Meski sudah tiada, pesan-pesan kehidupannya itu masih relevan dengan kondisi yang dialami orang-orang sekarang.
Salah satu nasihat Mbah Moen adalah tentang rezeki. Mengeluh tentang rezeki memang nyaris pernah dialami oleh setiap orang. Tak sedikit yang membandingkan rezeki sendiri dengan orang lain.
BACA JUGA:Berapa Hari STNK dan Pelat Nomor Kendaraan Baru Keluar? Intip Jawabannya Disni
Mbah Moen pernah berpesan, seharusnya orang Islam tidak usah perhitungan dengan rezeki yang telah Allah SWT berikan. Allah SWT saja yang Maha Pemberi Rezeki tidak perhitungan kepada hamba-Nya.
“Makanya kamu jadi orang mukmin tidak usah perhitungan. Menghitung buat apa? Kamu itu sudah dijatah, rezeki itu pasti ada. Kalau ada orang mukmin kok rezekinya tidak ada, memang tidak sempurna imannya,” ujar Mbah Moen dilansir dari YouTube ppalanwarsarang.
Selain, itu Mbah Moen mengatakan, orang yang perhitungan terhadap rezeki akan kepikiran terus. Sampai akhirnya ia mengeluh dengan kondisinya. Menurut Mbah Moen, orang-orang seperti ini belum sempurna keimanannya.
BACA JUGA:HP Idaman Fotografer! Ini Review Lengkap Xiaomi 14 Ultra
Kiai Nahdlatul Ulama ini mengutip firman Allah SWT dalam Al-Qur’an surah An-Nur ayat 38. Inti dari ayat tersebut adalah Allah SWT memberi rezeki kepada siapa saja yang Dia kehendaki tanpa batas.
“Jadi orang mukmin itu diberi rezeki yang tidak usah dihitung. Itu tandanya orang mukmin (yang sempurna),” imbuhnya.
Oleh karena itu, Mbah Moen mengajak orang-orang yang selalu mengeluh dengan rezeki diterima lebih baik perbaiki Islam-nya. Kemudian fokus berikhtiar dengan bekerja.
“Bekerja itu termasuk yang melakukan fardhu kifayah, seperti petani. Kamu bertani tidak usah hitung labanya, wong sudah tidak ada labanya. Sudah dikerjakan saja, diniatkan melakukan fardhu kifayah,” katanya.
BACA JUGA:Apa Boleh Puasa Syawal Digabungkan dengan Puasa Senin Kamis?
Dunia Adalah Perhiasan Orang Kafir