RADARUTARA.ID- Meskipun sempat melemah data dari Bloomberg sempat menyebutkan, bahwa harga batu bara ICE Newcastle kontrak Desember 2023 melemah 1,76 persen atau 2,25 poin ke level US$ 125,75 per metrik ton pada penutupan perdagangan Jumat 3 November 2023, lalu.
Namun terhitung sejak tanggal 6 November 2023, batu bara ICE Newcastle kontrak bulan November 2023 menguat 2,08 persen atau 2,50 poin ke level US$ 122,50 per metrik ton.
Dikutip dari Reuters, menurut Administrasi Informasi Energi (EIA) Amerika Serikat (AS), bahwa negeri Paman Sam itu tengah mengalami lonjakan ekspor batu bara ke eropa sebesar 22 persen karena mengantikan pasokan Rusia dalam 12 bulan setelah sanksi Uni Eropa yang berlaku pada Agustus 2022.
"Batu bara uap AS mempunyai kualitas yang sebanding dengan yang diproduksi oleh Rusia. Sehingga menjadikan sebagai pengganti alami. Kedua, negara memiliki batu bara bitumen berkualitas premium dengan nilai kalori yang tinggi," ungkap EIA.
BACA JUGA:Harga CPO Naik ke Level US$1.000, Petani Sawit di Indonesia Siap-siap Kebanjiran Cuan
Sementara, itu Amerika Serikat bersama negara-negara pemasok batu bara seperti Afrika Selatan dan Kolombia, mengisi kekurangan pasokan batu bara di Eropa dan meningkatkan ekspor ke Asia dan Amercmika Selatan. Namun, hal tersebut mengalami penurunan di Afrika, Australia, Oseania dan Amerika Utara.
Dikutip dari Bloomberg pada hari Senin (6/11), Menteri Perekonomian Jerman, Robert Habeck, membantah keraguan terkait Jerman dapat menghentikan penggunaan batu bara pada tahun 2023 setelah meningkatkan penggunanya setelah krisis energi.
Ini, terjadi lantaran Jerman kembali meningkatkan produksi batu bara guna memastikan pasokan listrik tercukupi pada musim dingin.
Ia, juga menilai bahwa rencana untuk mematikan pembangkit listrik batu bara di tahun 2030 adalah hal yang pasti. Karena menurutnya, setelah tahun 2030 nanti, tidak bisa lagi untuk menghasilkan uang melalui pembangkit listrik tenaga batu bara.
Bahkan, China sendiri juga mengalami kesulitan untuk mengatasi tumpukan batu bara yang meningkat karena produksi dalam negeri yang tinggi dan impor yang melonjak.*