RADARUTARA.ID - Ini kisah pilu mengenai Dusun Legetang di dataran tinggi Dieng, Jawa Tengah. Legetang merupakan sebuah dusun yang bersama ratusan warganya 'hilang' hanya dalam semalam, kejadian ini terjadi sekitar 68 tahun yang lalu.
Dusun Legetang ketika itu berada di Desa Pekasiran, sebuah desa di pegunungan Dieng, Kecamatan Batur, Kabupaten Banjarnegara. Dusun yang dihuni 450 jiwa tersebut rata dengan tanah lantaran tertimbun longsoran Gunung Pengamun-amun pada tanggal 17 April 1955.
Sekarang ini, Dusun Legetang hanya tinggal nama, dikenang pada sebuah tugu beton setinggi 10 meter.
Satu-satunya data yang bisa ditemui pada tugu itu yaitu pahatan marmer berisi daftar bencana di pegunungan Dieng dan juga jumlah korban yang mencapai 450 orang.
BACA JUGA:Karir Jenderal Ahmad Yani, Pahlawan Revolusi yang Gugur dalam Ganasnya Lubang Buaya
Pahatan tersebut terletak di Desa Kepakisan, sebelah timur Desa Pekasiran, atau lebih tepatnya di pertigaan menuju ke objek wisata kawah Sileri.
Peristiwa tragis 67 tahun lalu teraebut direkam dalam ingatan warga Desa Pekasiran. Hanya saja, sekarang ini kebanyakan dari warga teraebut sudah meninggal dunia. Sekarang ini, anak dan cucu mereka yang melanjutkan sebagai penutur cerita 'hilangnya' Dusun Legetang.
Salah satunya bernama Isnurhadi, merupakan tokoh masyarakat di Desa Pekasiran. Dirinya menyebutkan, tanah longsor di Dusun Legetang terjadi ketika di malam hari saat musim hujan. Tanah longsor tersebut mengakibatkan semua warga di dusun itu menjadi tewas tertimbun.
Dusun Legetang cuma berjarak sekitar 1 kilometer dengan pusat Desa Pekasiran. Sehingga beberapa warga Pekasiran mengaku bahwa mereka mendengar suara gemuruh ketika tanah longsor menimbun Legetang.
Tetapi, Isnurhadi mengatakan, dulu warga Pekasiran takut mendekat ke Legetang lantaran kabarnya tanah di Pegunungan Pengamun-amun masih bergerak.
"Suara gemuruh tanah longsor itu terdengar sampai ke sini. Para orang tua kami waktu itu ada yang mendengar, tapi gaada yang berani mendekat. Selain minim penerangan, katanya tanah di sana masih bergerak. Pagi harinya, ketika ada yang pergi ke ladang atau mencari rumput baru sadar kalau Dusun Legetang ternyata sudah rata dengan tanah," ujar Isnurhadi.
Isnurhadi melanjutkan, keesokan harinya, banyak warga dusun setempat yang tercengang dan menangis sesudah mengetahui Dusun Legetang telah rata dengan tanah. Bahkan, tinggi material tanah longsor waktu itu disebut bisa mencapI lebih dari 2 meter.
Sejak saat itu, mayat warga Dusun Legetang masih terkubur bersama dengan rumahnya. Lantaran keterbatasan alat, upaya pencarian korban cuma dilakukan pada di titik yang diduga menjadi lokasi rumah petinggi Dusun Legetang.*