MARGA SAKTI SEBELAT, RADARUTARA.ID- Tidak sedikit desa yang memungut dan mengelola pendapatan asli desa (PADes) bersumber dari retribusi jual beli tanah atau pun, ganti rugi lahan.
Hanya saja, sejauh mana kewenangan desa berhak memungut retribusi dari hasil ganti rugi atau ganti untung lahan yang berlangsung di masing-masing wilayah kerjanya. Hal tersebut masih menjadi tanda tanya besar.
Pasalnya, setiap pungutan atau retribusi yang didapatkan oleh desa harus dituangkan dalam bentuk peraturan desa (Perdes) yang telah dievaluasi oleh bupati/walikota. Dengan kata lain, pungutan itu harus ada dasar hukumnya. Pemerintah desa tidak dapat begitu saja memungut dana dari mana pun, sumbernya.
Kepada radarutara.id, Camat Marga Sakti Sebelat (MSS), Danang Harjuanto, SE, melalui Kasi Pemerintahan, Sutikno, SIP, mengakui setiap retribusi atau pungutan yang didapatkan oleh desa harus didasari oleh Perdes. Dan presentasi retribusi yang berhak diambil oleh desa melalui Perdes, itu juga harus sejalan dengan aturan Perda atau Perbup.
"Pada prinsipnya, retribusi yang dipungut oleh desa harus didasari Perdes dan sejalan dengan ketentuan yang tertuang di dalam Perda atau Perbup. Baik, itu terkait retribusi jual beli tanah maupun ganti rugi lahan seperti yang dimaksud. Namun untuk lebih detailnya kami (kecamatan) belum menguasai tentang Perda atau Perbup yang mengatur kewenangan desa untuk menerima retribusi tersebut. Sehingga kami belum bisa berspekulasi terlalu jauh terkait kewenangan desa dalam menerima retribusi yang dimaksud," ungkap Sutikno.
BACA JUGA:Hari Ini, Forum Indramayu Geruduk Pesantren Al Zaytun, Ini Isi Tuntutannya
BACA JUGA:Ditengahi Polisi, Puluhan Sopir TBS di PT SIL Akhirnya Bubar
Kendati demikian, Sutikno, menjelaskan. Setiap retribusi yang diterima oleh desa harus memiliki dasar hukum dan sejalan dengan ketentuan yang dimiliki oleh daerah.
Karena apa bila retribusi yang dipungut desa tidak didasari payung hukum dan lebih tinggi dari ketentuan yang sudah diatur di dalam Perda atau Perbup. Maka dapat dipastikan Sutikno, retribusi yang dipungut desa masuk dalam kategori pungutan liar (Pungli).
"Selain kita memang belum mendapatkan penjelasan secara detail terkait ketentuan yang mengatur retribusi itu. Desa juga belum pernah ada yang berkoordinasi ke kita tentang kegiatan retribusi yang dimaksud," imbuhnya.
BACA JUGA:Dewan Minta Kades Pro-aktif Awasi Penggunaan Modal BUMDes
Lalu, saat disinggung dasar hukum mana yang sejauh ini digunakan oleh sebagian besar desa untuk memungut retribusi dari kegiatan yang dimaksud, menurut Sutikno, tentunya setiap desa memiliki Perdes versinya masing-masing.
"Kami rasa desa memiliki Perdes yang bisa menjadi dasar mereka untuk menentukan retribusi yang diterimanya," pungkasnya.
Lebuh jauh Sutikno menambahkan, didalam ketentuan Perda maupun Perdes biasanya juga mengatur tentang penggunaan retribusi yang diterima atau masuk ke desa. Karena pada prinsipnya kata Sutikno, retribusi yang diterima oleh desa harus masuk ke dalam PADes dan digunakan untuk kepentingan desa.