MARGA SAKTI SEBELAT, RADARUTARA.ID - Temuan guru honorer dan perangkat desa yang direkrut menjadi petugas Ad Hoc pemilu oleh Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) turut menjadi perhatian oleh sejumlah pihak terhadap hasil rekrutmen Panitia Pemilihan Kecamatan (PPK) yang dilakukan oleh KPU Bengkulu Utara.
Khususnya, terkait kemunculan adanya salah satu oknum kepala desa (Kades) di Kecamatan Marga Sakti Sebelat (MSS), Kabupaten Bengkulu Utara yang dinyatakan lolos oleh KPU Bengkulu Utara dalam proses rekrutmen PPK.
Salah satu akademisi Universitas Muhammadiyah Bengkulu (UMB) yang juga pernah menjadi Tim Pemeriksa Daerah TPD serta DKPP RI, Elfahmi Lubis, SH, M.Pd, C.Med, C.NSPq, menegaskan. Lolosnya salah satu oknum Kades di Kabupaten Bengkulu Utara dalam proses rekrutmen PPK dinilai telah menyalahi aturan Pasal 21 UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu yang mengatur persyaratan seseorang untuk menjadi penyelenggara pemilu.
Memang kata Elfahmi Lubis, di dalam aturan Pasal 21 tersebut hanya diatur untuk penyelenggara Pemilu berstatus permanen setingkat Komisioner KPU dan Bawaslu baik kabupaten, kota, provinsi hingga pusat. Sementara untuk perekrutan Ad Hoc seperti PPK, PPS dan Panwascam tidak disebutkan.
BACA JUGA:Pengumuman KPU Bengkulu Utara, Diduga Kader Parpol dan Kades jadi PPK
Sementara jika memaknai Pasal 21, itu maka Elfahmi Lubis, menegaskan, jika oknum Kades di Bengkulu Utara yang lolos menjadi anggota PPK termasuk bagian dari penyelenggara Ad Hoc (tidak permanen) yang menurutnya dalam proses perekrutannya juga harus berpedoman kepada prinsip yang diatur di dalam Pasal 21.
"Memaknai Pasal 21 maka oknum Kades yang menjadi anggota PPK termasuk penyelenggara Ad Hoc (tidak permanen). Maka persyaratan itu juga berlaku untuk mereka (penyelenggaran pemilu) yang tidak permanen seperti oknum Kades di BU yang menjadi anggota PPK saat ini. Sehingga hal tersebut bertentangan dengan Pasal 21," tegasnya.
Ditambahkan Elfahmi Lubis, jabatan seorang Kades adalah jabatan politis. Sehingga ketika seseorang yang masuk di dalam kategori jabatan politis, ini menjadi bagian dari penyelenggara pemilu. Maka akan timbul konflik kepentingan. Oleh sebab, itu menurut Elfahmi Lubis, indepedensi seorang Kades yang merangkap jabatan sebagai penyelenggara Pemilu ini patut dipertanyakan.
"Apakah tidak benturan antara kepentingannya sebagai Kades dengan kepentingannya sebagai penyelenggara pemilu? Saya anggap, ini pelanggaran etik yang cukup berat," tandasnya.
BACA JUGA:Ternyata, Anggota Panwascam Giri Mulya Masih Aktif Bekerja di Desa
Dalam konteks, ini pun Elfahmi Lubis, menilai bahwa pihak KPU Bengkulu Utara tidak menerapkan prinsip profesional dan kehati-hatiannya sebagai penyelenggara pemilu yang independen dalam proses perekrutan PPK di Kabupaten Bengkulu Utara.
Apalagi kata Elfahmi Lubis, DKPP sudah menyatakan bahwa pihak yang merangkap jabatan tidak boleh menjadi penyelenggara pemilu.
"Kades juga digaji negara dari APBN dan APBD. Oleh sebab itu KPU harus melakukan valuasi terhadap proses rekrutmen PPK yang sudah meloloskan seorang oknum Kades sebagai penyelenggara pemilu. Dan hal tersebut sudah ditegaskan oleh DKPP," demikian Elfahmi. *