BENGKULU RU.ID- Persoalan Bentang Alam Sebelat yang menjadi habitat Gajah sumatera (Elephas maximus sumatrensis) membuat anggota DPRD Provinsi Bengkulu, Jonaidi, SP, M.Si turut angkat bicara. Bahkan mantan Ketua Panitia Khusus (Pansus) revisi Perda tentang RTRW Provinsi itu secara tidak langsung mengultimatum PT. Inmas Abadi, Gubernur, dan juga Bupati Bengkulu Utara (BU). \"Selama dokumen Analisis Dampak (AMDAL) belum terbit, PT. Inmas Abadi belum boleh melakukan produksi. Kemudian perusahaan juga harus memedomani RTRW provinsi untuk penggunaan kawasan hutan. Apalagi kawasan yang dimaksud merupakan Pusat Latihan Gajah (PLG) yang sudah terdaftar di Kementerian LHK dan juga organisasi dunia,\" ungkap Jonaidi, Selasa (26/10). Kemudian jalur pelintasan Gajah sudah didaftarkan secara internasional, sehingga jalur tersebut dilindungi dan tidak boleh digunakan untuk kepentingan lain. \"Apalagi sampai dirusak. Gajah itu tidak pernah lari dari jalur perlintasannya. Jangan sampai gara-gara aktifitas pertambangan ataupun perkebunan Gajah menjadi punah ataupun berkonflik dengan masyarakat,\" katanya. Disamping itu, lanjut Jonaidi, PT. Inmas Abadi juga harus mengurus terlebih dahulu kesesuaian ruangnya dengan RTRW provinsi. \"Andaikan lahan perusahaan itu sifatnya pinjam pakai, seperti apa mekanismenya. Kemudian ada beberapa kewajiban lain yang mesti dipenuhi perusahaan terhadap negara dan semuanya harus jelas dulu,\" tegas Jonaidi. Menurutnya, Gubernur juga diminta tidak sebegitu saja memberikan rekomendasi izin kesesuaian wilayah yang memang menjadi kewenangan Pemprov untuk menerbitkannya. \"Terlebih sepengatahuan kita saat pembahasan revisi Perda RTRW, belum ada pinjam pakai kawasan untuk pertambangan PT. Inmas Abadi di sekitar TWA Sebelat,\" bebernya. Jonaidi mengaku sedikit bingung dengan pernyataan Gubernur terkait adanya inclove lahan milik PT. Inmas Abadi yang sebagian masuk dalam TWA Sebelat. Karena sepengetahuan pihaknya Pemprov Bengkulu itu mengusulkan kepada Kementerian LHK RI berdasarkan usulan dari Pemkab BU yakni penurunan status sebagian areal kawasan TWA Sebelat. \"Pertama seluas lebih kurang 246 hektar diusulkan atau digabungkan menjadi Hutan Produksi Yang Dapat Dikonversi (HPK) Air Sebelat. Kedua seluas lebih kurang 131 diusulkan menjadi Areal Penggunaan Lain (APL). Itupun baru sebatas usulan, dan belum disetujui Menteri LHK. Kalau sudah disetujui, wajib bagi kita memasukkannya dalam RTRW Provinsi. Makanya kitapun bertanya-tanya, lahan mana yang diinclove itu,\" sindir Selain itu, sambung Jonaidi, Pemkab BU juga jangan terlalu mudah memberikan izin prinsip untuk PT. Inmas Abadi. Apalagi AMDAL dikabarkan masih dalam tahap penyusunan. Ketika selesai disusun nantinya terlebih dahulu harus dikaji oleh Tim AMDAL Pemkab BU. \"Jadi jangan sembarangan, karena PLG ini sudah menjadi pusat perhatian dunia. Kita akan malu bila hadirnya pertambangan nantinya tidak mematuhi ketentuan dalam penggunaan kawasan hutan,\" sampai Jonaidi, dikutip dari SKH Radar Utara. Lebih jauh dikatakannya, TWA inikan sebenarnya ranah BKSDA untuk mengawasi, melindungi, dan juga menertibkan. Sehingga sudah selayaknya ketika ada ancaman terhadap TWA yang merupakan habitat Gajah, BKSDA harus bertindak. \"Makanya kita minta juga BKSDA tidak gegabah. Sia-sia saja selama ini berjuang menjaga kelestarian Gajah, tapi tiba-tiba habitat Gajah tidak bisa diselamatkan,\" singkatnya. Sebagaimana diketahui, perusahaan tambang batu bara PT. Inmas Abadi dikabarkan telah melakukan pengeboran tanah di dalam kawasan Hutan Produksi Terbatas (HPT) Lebong Kandis tepatnya di wilayah Desa Sukamaju Kecamatan Marga Sakti Seblat Kabupaten Bengkulu Utara. PT. Inmas Abadi itu diinformasikan memiliki lahan seluas 4.015 hektare untuk pertambangan, dimana seluas 735 hektar diantaranya masuk TWA Sebelat, 1.915 hektare di Hutan Produksi Terbatas (HPT) Lebong Kandis, dan 540 hektare di Hutan Produksi Konversi (HPK). (tux/prw)
- Soal Bentang Alam Sebelat
Dewan Ultimatum PT. Inmas Abadi, Gubernur, dan Bupati BU
Rabu 27-10-2021,13:06 WIB
Editor : Redaksi
Kategori :