BENGKULU RU - Penahanan ijazah siswa tingkat SMA/SMK yang dilakukan pihak sekolah, terindikasi telah melakukan pelanggaran konstitusi, bahkan juga sumpah jabatan seorang Kepala Daerah (Kada). Ini disampaikan Pengamat Sosial, Agustam Rachman, SH. Menurutnya, indikasi itu memang tidak terlalu berlebihan dan tentunya tanpa mengenyampingkan peraturan yang berlaku. \"Sebagaimana UU No 23 tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah, dimana sekolah setingkat SMA/SMK menjadi kewenangan Pemerintah Propinsi. Kewenangan itu juga diperkuat putusan Mahkamah Konstitusi No 31/PUU-XIV/2016. Sehingga terang dan jelas bahwa penyelenggaraan pendidikan setingkat SMA/SMK adalah kewajiban konstitusional Pemprov,\" ungkap Agustam, Selasa (24/8). Makanya, lanjut Agustam, sejak awal Ia menyampaikan tidaklah berlebihan jika penahanan ijazah itu terindikasi pelanggaran konstitusi dan sumpah jabatan seorang Kada. \"Apalagi alasan penahanan tersebut diakui pihak sekolah karena siswa belum melunasi kewajiban membayar SPP. Tentu kejadian ini bukan hal yang sederhana dan kecil,\" ujarnya. Tapi, sambung Agustam, merupakan masalah besar yang wajib jadi perhatian semua pihak. Hal yang mendasari, pertama karena situasi pandemi Covid-19. \"Seharusnya menambah sensitifitas pejabat publik untuk membantu rakyat yang kesusahan akibat keberadaan pandemi. Ini malah sebaliknya, terkesan mencekik rakyat,\" sesal Agustam. Lebih jauh dikatakannya, penilaian ini lantaran di tengah pandemi saat ini, dengan tega menahan ijazah siswa lantaran belum membayar SPP. \"Kita juga menyesalkan OPD teknis malah terkesan menyudutkan siswa. Apa tidak terbayang bagi mereka bahwa bisa saja ijazah tersebut dipakai untuk mencari kerja, yang bertujuan mencari sesuap nasi,\" singkat Agustam, dikutip dari SKH Radar Utara. (tux)
Penahanan Ijazah Terindikasi Pelanggaran Konstitusi
Rabu 25-08-2021,10:43 WIB
Editor : Redaksi
Kategori :