Agricinal Siap Lepas Lahan 1.140 Hektar
Rabu 04-03-2020,11:19 WIB
Reporter : Redaksi
Editor : Redaksi
- Mendekati akhir masa ijin Hak Guna Usaha (HGU), ternyata permohonan perpanjangan pengolahan lahan perkebunan PT Agricinal, hingga kemarin, belum bisa diproses.
Penyebabnya, mulai dari persoalan adminisratif hingga teknis yang menyebabkan perkebunan sawit seluas 8 ribu hektar itu, tak bisa diproses permohonannya. Selain itu, masa berlaku HGU perkebunan sawit itu akan berakhir 31 Desember mendatang.
Kepala Kantor Pertanahan (Kantah) Bengkulu Utara (BU), Alfi Ritamsi, SH, dalam rapat kerja kemarin mengungkapkan, perusahaan perkebunan terbesar di daerah itu, sebenarnya sudah menyampaikan permohonan perpanjangan ijin HGU.
Permohonan itu, kata Alfi, sudah disampaikan kepada pihaknya sejak 2018 lalu. Alasan syarat-syarat administratif dan beberapa persoalan lainnya, Alfi menegaskan, pihaknya tidak bisa memproses permohonan itu dan masih melakukan kajian dengan prinsip kehati-hatian.
\"Kalau permohonannya, sudah disampaikan sejak 2018. Tapi tidak bisa kami proses,\" ungkap Alfi dalam rapat kerja yang difasilitasi DPRD BU melalui Komisi 2 itu, kemarin.
Alfi juga menegaskan, sikap yang dipilih pihaknya sejak 2018 itu, bukan tanpa dasar. Salah satunya, kata dia, sebuah permohonan perpanjangan ijin bisa diberikan, jika bidang tanah yang akan diterbitkan ijin sudah benar-benar clean and clear.
Dengan artian, lanjut dia lagi, tidak ada lagi persoalan yang terjadi di kawasan bidang yang akan diterbitkan ijinnya. Sampai saat ini, kata dia lagi, Kantah, kata Alfi, belum pernah melakukan pengukuran apapun.
Soal alasan yang menjadi dasar pihaknya tak kunjung memproses permohonan yang sudah disampaikan PT Agricinal, turut dijelaskan Alfi dalam rapat yang dihadiri desa penyangga, pemerintah daerah dan manajemen perusahaan itu.
Meski menolak menjelaskan definisi kewajiban 20 persen perusahaan, karena menilai hal itu menjadi ranah leading sector di daerah, Alfi menegaskan, kalau syarat itu wajib direalisasikan oleh perusahaan.
Beberapa gelaran rapat membahas persoalan HGU, Alfi turut membeber, catatan pihaknya atas lahan yang berpotensi diincluve-kan oleh perusahaan itu memiliki luasan 1.140 hektar. Luasan itu, kata dia, terbagi ke dalam kawasan yang sudah digarap oleh masyarakat, imbas dari HGU terlantar alias tak mampu digarap perusahaan pascaterbitnya ijin HGU bersyarat, kala itu.
elain itu, masih Alfi, perlu ada penegasan akan luasan lahan plasma yang sudah direalisasikan perusahaan. Bentuknya? bisa saja berupa keputusan kepala daerah atau leading sector pembidangan, jika dinilai sudah representatif. Tapi penegasan akan luasan dan paparan program plasma itu, sifatnya wajib.
\"Jadi, masih banyak yang harus dilengkapi syarat-syaratnya. Dan kita tegaskan, penyertifikatan atas lahan yang diserahkan kepada masyarakat nantinya, diberikan secara gratis,\" kata Alfi menegaskan.
Dari pemerintah yang diwakili Asisten I Setkab BU, Dullah, SE, MM, dalam rapat kemarin, juga turut memberikan penegasan akan ganjalan-ganjalan dalam proses permohonan perpanjangan ijian HGU oleh PT Agricinal. Sembari mengulas hasil komunikasi pemerintah dengan perusahaan yang saat itu, langsung ditegaskan pentolan perusahaan, Imanuel Manurung, Dullah menegaskan, kalau perusahaan perkebunan itu sudah mengamini untuk melepas seribu lebih lahan dalam ijin HGU-nya itu kepada masyarakat.
Apalagi, kata Dullah, HGU bersyarat itu turut ada di dalamnya sempadan pantai, sempadan sungai dan jalan yang mutlak harus dikeluarkan dari HGU.
\"Dan ini sudah menjadi kesepakatan dan disepakati oleh perusahaan. Waktu itu, diamini oleh pak Imanuel Manurung langsung,\" tegas Dullah.
Disinggung soal sosialisasi kewajiban 20 persen perusahaan atas lahan HGU, di saat proses perpanjangan ijin penggunaan lahan yang belum banyak diketahui masyarakat? Dullah memberikan atensi soal ini. Bahkan, kata dia, melalui dinas terkait akan segera dilakukan sosialisasi dimaksud karena daerah ini yang memiliki banyak kantung-kantung HGU.
Namun secara sederhana, masih Dullah, acuan pemerintah daerah di bidang perkebunan tertumpu pada Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2014 tentang Perkebunan yang dikuatkan lagi dengan Peraturan Menteri Pertanian (Permentan) Nomor 98 Tahun 2013, secara umum menegaskan tentang kewajiban perusahaan untuk memfasilitasi kebun masyarakat (plasma) minimal 20 persen dari total HGU, wajib direalisasikan perusahaan di luar kawasan HGU.
\"Itu yang menjadi acuan kita,\" tegas Dullah yang diamini Dinas Perkebunan yang hadir dalam rapat.
Terpisah, Kepala Pengembangan Plasma PT Agricinal, Masdin Sipayung, dalam rapat kerja kemarin, masih mempertanyakan soal kewajiban sosial di luar CSR itu. Malahan, kata dia lagi, pihaknya belum memahami apa itu kewajiban 20 persen yang terus menjadi tuntutan masyarakat.
Jauh sebelum dimulainya rapat, Masdin turut meminta penegasan dasar hukum akan kewajiban yang idealnya mesti dipenuhi oleh perusahaan itu.
\"Khusus untuk incluve lahan ini, memang menjadi persoalan. Kami pastikan, lahan yang sudah digarap warga itu, akan dilepaskan dari HGU,\" terang Masdin yang menjelas ketidakhadiran pimpinannya, Imanuel Manurung, dalam rapat kerja lantaran harus menghadiri persoalan yang terkait dengan bank, kemarin.
Sementara itu, Ketua Komisi 2 DPRD BU, Hendrik Manangasih Situmorang, yang memimpin rapat, memberikan apresiasi atas poin-poin penting yang dinilainya sudah cukup representatif dengan apa yang tengah menjadi polemik di masyarakat. Politisi PDIP ini pun, turut memberikan masukannya. Pertama, perlunya sosialisasai dan penegasan batas kawasan antara HGU dengan lahan masyarakat. Selanjutnya, transparansi soal administrasi HGU, diantaranya soal umur HGU
Hal ini dinilai penting, karena teknis permohonan perpajangan ijin HGU, tidak bisa dilakukan serta merta oleh perusahaan. Salah satunya, wajib merujuk pada waktu minimal pengajuan permohonan kepada BPN, yang dihitung mundur dari umur HGU.
Selain itu, sosialisasi tentang regulasi-regulasi di bidang perkebunan dan pertambangan yang terkait dengan perizinan. Langkah ini sangat penting, selain mendukung fungsi kontrol dalam aktifitas keekonomian di daerah juga menjadi bagian transparansi penyelenggaraaan daerah serta mendukung kualitas iklim investasi di daerah.
\"Ini akan menjadi laporan kami kepada pimpinan dewan. Selain akan kembali menggelar rapat kerja bersama dengan lintas sektor terkait, menyikapi persoalan perusahaan dan warga, khususnya desa penyangga. Selain itu, kami pun menilai perlunya ada perluasan program oleh Forum TJLSP, untuk tidak hanya fokus di infrastruktur tapi juga sosial lainnya seperti kesehatan dan pendidikan.
Selain itu juga, program CSR di lingkungan perusahaan harus tetap dilaksanakan karena itu adalah kewajiban dan sudah diatur oleh undang-undang,\" pungkasnya, dalam rapat yang dihadiri desa penyangga, seperti Desa Pasar Sebelat, Desa Suka Merindu, Desa Suka Medan, Desa Talang Arah dan Desa Suka Negara itu. (bep)
Tags :
Kategori :