ARGA MAKMUR RU - Meski sudah ada kerjasama penarikan pajak daerah dengan besaran 10 persen yang dikenakan kepada pelanggan PLN dan sudah berjalan lama. Namun, daerah cukup kesulitan mendapatkan data baku, terkait acuan pengutan yang menggunakan dasar peraturan daerah tersebut. Hal ini terkuak dalam rapat kerja yang digelar Komisi III DPRD Bengkulu Utara dengan Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) dan PLN Rayon Arga Makmur. Dalam rapat yang \"miskin\" data itu, selain mengakui belum mampu membawa data valid pelanggannya. PLN Rayon Arga Makmur juga mengaku, mengalami kesulitan dalam penagihan dengan alasan pelanggan masih terbilang mengabaikan kewajiban akan listrik yang sudah digunakan. Rapat kemarin menguak fakta yang kontraproduktif dengan kondisi lampu jalan di Kota Arga Makmur dan sekitarnya, banyak tak berfungsi. Dalam tempo 2 tahun 7 bulan saja, pendapatan daerah yang sudah disetorkan ke kas daerah, sudah menembus angka Rp 15 miliar lebih. Kepala Bapenda BU, Sugeng, SE, MM saat dikonfirmasi RU usai rapat kerja di halaman kantor DPRD BU mengatakan, pihaknya cukup kesulitan dengan data pelanggan yang semestinya bisa menjadi acuannnya dalam menggenjot PAD dari sektor pajak listrik. Sugeng mengaku permasalahan ini sudah dikoordinasikan dengan menyurati PLN Rayon Arga Makmur, namun tak kunjung menyerahkan data jumlah pelanggan listrik yang diharapkan. \"Makanya saat muncul keluhan tunggakan tagihan listrik yang mencapai Rp 8 miliar, kita sulit untuk bersikap. Karena data yang semestinya bisa digunakan untuk kendali kami yakni data pelanggan, tidak diberikan oleh manajemen PLN,\" beber Sugeng, kemarin. Dengan kondisi itu, lanjut Sugeng, pihaknya masih menunggu hasil koordinasi dengan PLN yang menurutnya, sudah mendapatkan kesamaan sikap. Bahkan, lanjut dia, dengan adanya rapat kerja yang diinisiasi oleh legislatif, khususnya Komisi III DPRD BU, Sugeng mengharapkan, PLN yang dalam kerjasama ini, sebagai pihak yang bertindak sebagai juru bayar sekaligus juru tagih itu, bisa segera memberikan data jumlah pelanggannya kepada daerah. \"Untuk saat ini, data yang diberikan oleh PLN sifatnya gelondongan. Sehingga sulit untuk disikapi secara konkret oleh kami,\" akunya. Manajer PLN Rayon Arga Makmur, Andriyani, saat dikonfirmasi awak media usai rapat kemarin, menampik belum diberikannya data jumlah pelanggan, merupakan bentuk sikap tertutup. Versinya, manajemen PLN memiliki regulasi anyar sehingga pihaknya tidak memiliki kewenangan untuk menyerahkan data dimaksud dan sudah menjadi ranah area. Namun begitu, Andriyani mengamini jika dalam kurun waktu 2 tahun terakhir, setoran pajak dari PPJU kepada daerah sudah berkisar di angka Rp 15 miliar. Hanya saja, pengganti posisi Darmadi itu, membeberkan kondisi tunggakan pelanggan di daerah saat ini, mencapai angka Rp 8 miliar. Kondisi ini terjadi, lanjut dia, karena masyarakat cenderung menomorsekiankan kewajiban membayar tagihan listrik secara rutin. Lebih menariknya, dari angka Rp 8 miliar tunggakan tersebut, diantaranya ada kantor pemerintahan. \"Ini kondisi yang terjadi dan kami pun berharap, mendapatkan dukungan dari pemerintah daerah dan legislatif tentunya,\" ungkapnya. Andriyani menambahkan, saat ini terjadi kesalahan stigma di masyarakat yang mengira kwh meter yang dipasang di setiap rumah pelanggan, merupakan milik pribadi. Padahal, lanjut dia, yang dibeli oleh pelanggan adalah arus listrik. Sedangkan kwh, lanjut dia, merupakan perangkat keras milik PLN yang berfungsi untuk membantu dalam melakukan kontrol penggunaan listrik secara periodik. Dengan kondisi itu, imbuh dia lagi, jika terjadi keterlambatan pembayaran, PLN berhak untuk mencabut kwh dan kembali memasang kwh baru saat pelanggan listrik sudah membayar seluruh tagihan tertunggaknya. \"PLN pun berhak merubah kwh dari pra bayar menjadi pascabayar. Ini pun harus menjadi pengetahuan masyarakat, sehingga tidak menilai PLN arogan dalam mengambil sikap tegasnya. Karena dengan fakta membengkaknya tunggakan listrik saat ini, kami sudah tidak lagi menggunakan kebijakan-kebijakan. Namun lebih kepada langkah tegas,\" tegasnya. Terpisah, Ketua Komisi III DPRD BU, Mohtadin, SIP menerangkan, permasalahan yang terjadi tidak melulu merupakan kesalahan PLN. Daerah, lanjut dia, semestinya sudah sejak lama mengambil sikapnya. Langkah ini sangat logis tentunya, karena penarikan pajak dengan nama PPJU dengan besaran 10 persen dari total tagihan pelanggan listrik, merupakan penarikan pajak yang sudah dikerjasamakan dengan resmi antara Pemda BU dengan PLN. Pun sebaliknya, Mohtadin meminta agar manajemen PT PLN Persero segera menyerahkan data jumlah pelanggan terkini, agar bisa digunakan sebagai acuan daerah dalam bersikap. PLN pun dinilai minim memberikan sosialisasi kepada masyarakat yang semestinya bisa menggunakan sarana media massa. \"Kalau muncul tanda tanya besar, mengapa daerah bersikap lunak dalam kondisi yang terjadi. Sementara jumlah data pelanggan sangat berkaitan erat dengan potensi PAD, tentu ini yang tengah kita telusuri. Kami pun mengharapkan pln segera menyerahkan data jumlah pelanggan itu kepada pemerintah daerah dan akan kami bahas dalam gelaran rapat kerja selanjutnya. Karena surat permintaan data ini, kabarnya sudah dilakukan hingga level kepala daerah, setelah terkesan tak dianggap oleh PLN berdasarkan surat pertama dari Bapenda,\" tukas Mohtadin. (bep)
Surat Pemkab Dicueki, Capaian PPJU Tembus Rp 15 Miliar
Selasa 19-09-2017,12:42 WIB
Editor : Redaksi
Kategori :